(lanjutan pada halaman 16)

mulai tersadarkan dari tidurnya yang panjang. Moment itu menjadi amat tepat untuk berupaya menyusun kembali puing-puing reruntuhan peradapan Islam yang dulu pernah berdiri dengan kokoh, megah dan indah.

Peradapan Islam pernah mencapai masa keemasan sampai abad XI M. Keberhasilan umat Islam dalam memimpin dunia adalah berkat kemampuan umat Islam dalam menghadapi tantangannya di masa itu. Kemampuan menguasai filsafat Yunani sebagai tantangan utama memacu umat Islam untuk berkarya menghasilkan sesuatu yang bermanfaat dan monumental. Peran yang cendikiawan muslim benar-benar dominan dalam upaya menguasai filsafat Yunani kuno. Sejarah telah mencatat sumbangan Islam dalam. kemajuan ilmu dan pengetahuan. Di samping itu, fakta sejarah pun telah mencatat terwujudnya peradapan Islam yang telah teruji keterandalannya.

Sementara itu abad kemudian peran para intelektual muslim mulai terasa kembali. Hal ini disebabkan kaum intelektual mulai merasa jumud dengan saint dan teknologi hasil rekayasa manusia modern. Mereka mulai mencari yang lebih hakiki, yakni kebenaran sejati yang mampu membawa ke arah kedamaian, kesejahteraan dan kemaslahatan umat manusia. Pemahaman ilmu pengetahuan dengan mendasarkan pada nilai-nilai Illahilah mulai dikaji dari sumber Qurani. Lebih lanjut KH. A. Azhar Basyir menambahkan, “Masyarakat dengan kapasitas intelektual tinggi kemudian dikejar dengan semangat keagamaan sudah pasti akan membawa perkembangan kearah yang lebih maju. Sedangkan masyarakat dengan kapasitas intelektual rendah sekalipun dikejar dengan semangat keagamaan, perkembangannya hanya akan berkesan tradisional semata” papar PP Muhammadiyah yang terpilih dalam muktamar ke 42 Desember lalu. Memang terasa dari kaum intelektualah kebanggaan Islami itu mulai merebak Bangkitnya kesadaran kaum intelektual ini menyulut berkembangnya kajian-kajian keagamaan di dalam perguruan tinggi. Kelompok-kelompok kajian keagamaan tumbuh subur di kalangan mahasiswa. Masjid-masjid di kampus pun kian marak oleh berbagai aktifitas keagamaan. Pendalaman ilmu agama bukan lagi menjadi monopoli pondok-pesantren atau institut yang khusus mendalami ilmu-ilmu agama semata, namun telah merembes ke dalam setiap jiwa yang haus akan siraman nilai-nilai agama. Gejala ini melunturkan topeng sekuler yang selama ini menjadi kedok kaum akademisi. Menanggapi kondisi ini Dr. Marwah Daud mengatakan bahwa trend keilmuan mulai berubah yakni dari rasionalistis menuju ke arah spiritualistis. Image bahwa Islam itu kuno dan fanatik lambat laun mulai berubah dengan pulangnya segolongan cendikiawan muslim yang sempat mengenyam dan menyelesaikan studynya di luar negeri (Tempo, November 1990). Meskipun kalau merupakan sikap yang reaksioner terhadap ketidakpuasan cendikiawan muslim terhadap pemikiran-pemikirian Barat, namun jelas sekali gejala ini menunjukkan satu indikasi dari awal kebangkitan Islam.

Sementara itu dampat semakin berpalingnya kaum akademisi kearah

(berlanjut ke halaman berikutnya)

“Masyarakat dengan kapasitas intelektual tinggi kemudian dikejar dengan semangat keagamaan sudah pasti akan membawa perkembangan kearah yang lebih maju. Sedangkan masyarakat dengan kapasitas intelektual rendah sekalipun dikejar dengan semangat keagamaan, perkembangannya hanya akan berkesan tradisional semata”

KH. A. Azhar Basyir