Menteri Agama Munawir Sadjali dengan resmi memberikan status disamakan terhadap dua Fakultas yang ada di UMS, masing-masing Fakultas Tarbiyah dan Fakultas Ushuliddin, 14 Februari yang lalu.

Mohamad Djazman menekankan bahwa status disamakan bukan hanya formalitas, melainkan semakin menambah kemantapan, wawasan keilmuannya, bukan sebaliknya, menjadikan takabur dan santal. Sekitar 14.000 orang UMS hampir se perempat belasnya adalah mahasiswa FIAI yaitu 973 orang. Sejumlah 232 orang adalah mahasiswa beasiswa yang semuanya ada di Pondok Hajjah Nuriyah Shobron. Diharapkan dengan status baru Tarbiyah dan Ushuluddin mampu menjadi mitra kerja yang serasi dengan IAIN. Di samping menambah kepercayaan masyarakat terhadap dua fakultas tersebut, juga berdampak yang lebih luas, bukan hanya gaung aktivitasnya saja, tetapi memperkenalkan UMS secara lebih luas, yakni bukan hanya di lingkungan PTN/PTS se Indonesia, melainkan masyarakat pada umumnya.

Ketua PP Muhammadiyah Azhar Basyır mengisyaratkan, bahwa dengan status yang baru, bukan pulung yang datang secara tiba-tiba tetapi memerlukan proses yang panjang seperti harus melalui penelitian atau study kelayakan. Dengan alasan Ini, Menteri Agama Munawir Sadjali memberi kepercayaan pada kedua Fakultas untuk mendapatkan status disamakan. Sudah pasti, setelah SK disamakan waktu berikutnya akan mengalami perkembangan yang pesat. Maka alangkah baiknya bila kedua Fakultas tersebut diberi wewe nang untuk menerima mahasiswa program khusus yang selama ini dilakukan di IAIN, dan nampaknya sarana bagi UMS bukan halangan karena telah mempunyai Pondok Hajjah Nuriyah Shobron tempat penggodokan mahasiswa.

Menteri Agama Munawir Sadjali juga meninjau MAN Program khusus di Solo, mengingat di Solo dalam waktu dekat akan didirikan IAIN. Mahasiswa baru yang berhasil lewat IAIN program khusus, yang satu di antara MAN program khusus itu di Solo, sebagai kelanjutan yang pernah di dirikan di Aceh, Lampung, Mataram NTB, Banjarmasin dan terakhir di Solo. Mengingat perkembangan Solo yang baik prospeknya dimasa mendatang maka tak salah bila Solo menjadi alternatif untuk perkem bangan MAN program khusus itu. Dan UMS dengan status disamakan itu menjadikan partner yang serasi, untuk menunjang program pemerintah. (OTMA/JW)

MODERNKAH?

Ketika menatap layar kehidupan yang penuh dengan beragam adegan itu, terutama adegan orang-orang yang telah dan sedang bertarung memperebutkan kemenangan yang mungkin tak sepenuhnya mereka pahami. Saya teringat pada kawan yang sok berpikir ala sufi; pandangannya terkesan melankolis, tapi mungkin bisa jadi hiburan batin ketika kekerasan bahkan keganasan hidup sekarang makin tak tersadari telah mengimbas hampir ke segenap tatanan hingga ke dapur-dapur rumah.

Apa kata dia…? kira-kira begini, Alam kehidupan sekarang ini makin modern, manusia modern itu harus selalu maju dan terus maju. Sekedip mata saja berhenti, cap modern akan tercabut dengan sendirinya, jadilah ia stagnan. Maka jangan menjadilatau mau jadi orang yang mandeg, itu berarti sama saja dengan rongsokan/mantan orang modern.

Orang ingin maju/juga modern, ia harus survive”, dinamis, punya motif berprestasi tinggi, sebab melakukan perjuangan yang gigih “Struggle for live”, dan sejenisnya berpikirlah rasional, jadilah nomor wahid, tampillah sebagai manusia unggul, jadilah pemenang dalam kehidupan.

Nah, etos kemodernan semacam itu ujar sang kawan, kebetulan bertemu dengan naluri potensial yang selalu bersarang dalam dada setiap insan, yakni “hubungan ad-daunnya dan karahiyat al-maut Akhirnya gayung bersambut, hawa nafsu keduniawiyahan bersahabat dengan etos kemajuan, orang modern yang tidak begitu akrab dengan Allah swt, akhirnya melahirkan sosok-sosok pencari keme nangan hidup melalui cara apa pun. Yang penting menang, soal cara yang salah itu hal mudah yang untuk pembenarnya bisa di buat secanggih mungkin dalam tempo sekejap.

Agar manusia tampil sebagai pemenang dalam alam yang penuh persaingan sekarang ini, siapa pun harus siap berpacu bahkan bertarung, dan karena watak perpacuan adalah ketidakpernahpuasan, maka ketika satu kemenangan telah di genggam, yang kemenangan kemenangan lain harus segera di terkam.

Dalam perpacuan/pertarungan hidup yang semacam itu, manusia tak ubahnya. bagai Al-adiyat sebagaimana di isyaratkan Al-qur’an, manusia yang berperangai bak kuda perang dan kuda yang lari terengah-engah. Kuda yang mencetuskan api dengan hentakan kakinya. Kuda yang menyerang dengan tiba-tiba di waktu pagi sehingga ia menerbangkan debu dan lalu menyerbu ke tengah-tengah musuh. Atau ia menjadi manusia berwatak At-takatsur, watak yang selalu berpacu dalam kemegahan, yang tak akan pernah puas dalam perpacuannya kecuali sang ajal menghentikan denyut nadinya.

Maka ketika perpacuan merebutkan kemenangan sudah sampai pada watak dan tingkat yang demikian, seorang anak manusia tak lebih sebagai budak hawa nafsu kemenangan. Kemenangan yang menumbuhkan kebanggaan, tapi bukan yang membahagiakan.

Puetry Dajum

Lewat rintangan satu persatu lain nuansa dan peristiwa liku jalan di hadapan terbentang lurus tegar arah tujuan.

ARAYA Media Grafika