

Liputan dan Komentar
ERA BARU PEMBANGUNAN PENDIDIKAN NASIONAL
Era baru pembangunan pendidikan Nasional, kita masuki bersama dengan keluarnya Undang-undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang telah disahkan tanggal 27 Maret 1989 yang lalu. Dengan berlakunya undang-undang SPN ini, tegaslah adanya Pedoman penyelenggaraan kegiatan pendidikan di Indonesia dan mantaplah pula satu sistem pendidikan nasional yang berlaku di seluruh tanah air.
UU SPN tidak sekedar didasarkan pada kepentingan dunia pendidikan jangka pendek, namun justru dalam jangkauan waktu lebih panjang meliputi masa depan. Perumusan UU No. 2 Tahun 1989 ini cukup umum untuk memberikan keleluasaan gerak demi penyesuaian khususnya dengan perkembangan ilmu dan teknologi, di samping untuk menjamin terpeliharanya stabilitas sistem pendidikan nasional.
Apabila kita mengkaji UU No. 2 Tahun 1989 ini, maka kita melihat betapa penting peran tri tunggal keluarga, masyarakat dan pemerintah untuk menggarap bidang pendidikan ini. Dengan berlakunya UU ini, maka searah pula kita menggerahkan dinamika pendidikan nasional sebagai bagian dari keseluruhan pembangunan nasional. Maka cita-cita pendidikan sebagaimana tercermin dalam berbagai perumusan dalam UU ini kiranya dapat melandasi segala prakarsa kita untuk meningkatkan mutu manusia Indonesia melalui upaya pendidikan yang semerata mungkin. Kita dihadapkan pada tantangan tugas untuk merintis persiapan demi perluasan kesempatan belajar bagi setiap anak Indonesia sampai sekurang-kurangnya meliputi SLTP. Saya berkeyakinan bahwa usaha ini akan terasa lebih ringan apabila didukung oleh Tri Tunggal (keluarga-masyarakat-pemerintah).
Saya mengingatkan bahwa dengan berlakunya UU No. 2 Tahun 1989 tentang SPN ini tidak dengan sendirinya akan meningkatkan mutu pendidikan nasional, melainkan baru merupakan langkah untuk meletakkan dasar dalam penyelenggaraan kegiatan pendidikan nasional. Kita masih harus bekerja keras demi meningkatnya mutu pendidikan pada umumnya. Masih banyak yang baru kita kerjakan untuk memperbaiki dan menyempurnakan berbagai hal yang berkenaan dengan penyelenggaraan upaya pendidikan.
-Kita perlu gembira dan berbesar hati, karena setelah sekian lamanya berusaha, akhirnya kini kita memiliki Undang-undang yang jiwa dan semangatnya sesuai dengan pandangan hidup bangsa kita yaitu Pancasila dan UUD 1945.
-Apabila kita dalami UU No. 2 Tahun 1989 tentang SPN ini kita melihat ada beberapa ciri yaitu sbb:
Sistem Pendidikan nasional dilaksanakan secara semesta menyeluruh dan terpadu; Satuan dan kegiatan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan masyarakat berkedudukan serta diperlukan dengan penggunaan ukuran yang sama; Pengadaan dan pendayagunaan sumber daya pendidikan baik yang disediakan oleh Pemerintah maupun masyarakat perlu dipertahankan fungsi sosialnya dan tidak mengarah pada usaha mencari keuntungan material; digunakannya istilah jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah, yang semula menggunakan istilah jalur formal, non formal dan informal; Pemerintah mengakui kemandirian keluarga untuk melaksanakan upaya pendidikan dalam lingkungannya sendiri sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional; Warga negara berumur 7 tahun berkewajiban mengikuti pendidikan dasar atau yang setara sampai tamat yang pelaksanaannya lebih lanjut ditetapkan dengan P.P; Pendidikan dasar merupakan pendidikan yang lamanya 9 tahun yang diselenggarakan 6 tahun di SD dan 3 tahun di SLTP atau yang sederajat; Pendidikan nasional berlangsung seumur hidup, karenanya diadakan ujian persamaan dan ekstranei; Pendidikan nasional bersifat terbuka, karenanya ada keleluasaan bagi peserta didik, sehingga dimungkinkan pindah antar jalur, atau antar jenis dan jenjang yang sama dan tidak ada istilah sekolah terminal; Masyarakat sebagai mitra Pemerintah berkesempatan yang seluas luasnya untuk berperan serta dalam penyelenggaraan pendidikan nasional dan tetap diindahkan ciri khasnya seperti yang berlatar belakang keagamaan, kebudayaan dsb. Sepanjang ciri itu tidak bertentangan dengan Pancasila sebagai dasar negara, pandangan hidup bangsa dan ideologi bangsa dan negara; Pada dasarnya pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan Pemerintah, tetapi pembebanan biaya tambahan untuk penyelenggaraan pendidikan yang tidak langsung berhubungan dengan kegiatan belajar-mengajar tidak dibenarkan; Dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan pada perguruan tinggi berlaku kebebasan akademik untuk seseorang yang memiliki wewenang dan wibawa keilmuan guna mengutarakan pikiran dan pendapatnya dari mimbar akademik. Juga berlaku otonomi keilmuan serta otonomi perguruan tinggi dalam pengelolaan lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi dan penelitian ilmiah; Ketentuan Pidana hanya mengenai:
-Pemalsuan gelar atau sebutan lulusan perguruan tinggi dikenai tindak pidana penjara.
-Penggunaan gelar atau sebutan lulusan perguruan tinggi yang tidak sesuai dengan bentuk yang diterimanya, dikenai tindak pidana kurungan.
-Warga negara yang memiliki ilmu pengetahuan dan keahlian tertentu tidak memenuhi panggilan Pemerintah untuk menjadi tenaga pendidik bagi kepentingan pembangunan nasional dikenai tindak pidana kurungan. Dibentuknya Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional yang bertugas untuk memberi pertimbangan kepada Menteri mengenai segala hal yang dipandang perlu dalam rangka perubahan, perbaikan dan penyempurnaan pendidikan nasional. Badan tersebut beranggotakan wakil-wakil golongan dalam masyarakat, pakar-pakar berkenaan dengan upaya pendidikan, beberapa penjabat yang mewakili Pemerintah. Badan tersebut bersifat non struktural serta anggotanya diangkat oleh Presiden.
Khusus tanggapan terhadap pasal 28 ayat 2 yang dihebohkan itu saya berpendapat sbb: Penjelasan Pasal 28 ayat 2 itu tidak merupakan sesuatu yang berdiri sendiri, melainkan terkait dengan Pasal 39 ayat 2 beserta penjelasannya, Pasal 7, pasal 38 dengan penjelasannya dan pasal 47 ayat 2 beserta penjelasannya, maka apabila kita teliti tidak akan ada pengertian atau penafsiran lain selain apa yang dimaksud seperti rumusan dari substansi yang ada pada pasal tsb. (lie Silahudin)