

HADIR BERJUANG DAN KECEWA
Konon, jauh sebelum Islam lahir, Bangsa Arab telah mempunyai kontak dagang dengan Bangsa Indonesia. Hal ini disebabkan di semenanjung Arab memiliki posisi laut yang strategis sebagai jalur lalu lintas perdagangan dunia lama. Kontak dagang antara dua bangsa ini terjalin demikian baiknya, dan tetap terpelihara sesudah agama Islam lahir di semenanjung Arabia.
Kelahiran Islam ini mempengaruhi orientasi para pedagang Arab dalam melakukan kontaknya dengan Bangsa Indonesia. Semula hanya untuk kepentingan dagang, maka setelah masuk Islam, di samping melakukan perdagangan, mereka juga mensyiarkan agama baru (Islam). Dengan adanya perantaraan itu, maka bolehlah dikatakan bahwa Islam telah sampai di Indonesia pada abad pertama hijriah abad 7 Masehi yang menurut Abdullah bin Nuh masa itu bertepatan dengan masa khalifah Utsman bin Affan.
Dalam perkembangan selanjutnya, Islam yang dalam penyiarannya dilakukan secara damai dan bersifat membangun, yaitu membangunkan kesadaran manusia Indonesia akan hubungan tiga demensinya terhadap Tuhan, masyarakat dan alam semesta. Akhirnya Islam mampu menjadi kekuatan sosial politik yang cukup berperan pada abad 16 dan 17, yakni ketika kerajaan-kerajaan Islam tumbuh dan berkembang di Indonesia. Kemakmuran ekonomi yang dicapai pedagang pedagang Islam melalui perdagangan pantai, mendorong lahirnya kerajaan-kerajaan Islam. Pada gilirannya kerajaan-kerajaan tersebut menjadi kekuatan politik yang melindungi perdagangan yang dijalankan oleh pedagang-pedagang Islam, dalam persaingan dengan pedagang-pedagang asing seperti Portugis dan Cina.
Demikianlah kemakmuran ekonomi saat itu merupakan indikator tumbuh dan berkembangnya kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia, seperti Kerajaan Banten, Aceh, Makasar dan sebagainya.
Adanya kemakmuran ekonomi yang diusahakan oleh para pedagang Islam Itu makin mendorong intensitas proses Islamisasi, mereka berdagang sambil mensyiarkan agama Islam. Di masa itu pula (akhir abad 16 dan 17) Islamisasi di Indonesia sedang mencapai titik eksistensinya, baik dibidang politik, ekonomi, sosial dan keagamaan sehingga Islam mempunyai kemampuan sosio-ekonomi, sosio-kultural dan sosia keagamaan dalam persaingan dagang (Suyatno, diskusi Ramadlan di pond HNS-UMS). Memasuki abad ke-18 Islam di Indonesia tidaklah segemilan masa-masa sebelumnya, Islam mengalami kemerosotan politik sebagai akibat dari runtuhnya kerajaan-kerajaan Islam karena dominasi ekonomi dan politik kolonial Belanda. Selama abad ke-19 potensi Islam berakhir pusat-pusat pesantren, terutama Jawa. Meskipun demikian, bukan berarti umat Islam di Indonesia telah kehilangan peranannya di bumi pertiwi yakni dengan membiarkan begitu saja.